Oleh: Miftahul Arifin
A. Pendahuluan
Istilah sedekah laut bukan merupakan hal yang
asing di di Indonesia. Hampir, untuk tidak mengatakan semua, seluruh masyarakat
yang hidup di daerah pesisir tidak pernah lepas dari ritual ini.
Orang pesisir memiliki tujuan tertentu hingga
ritual ini tetap bertahan. Selain menjadi salah satu kebudayaan yang sebenarnya
perlu dilestarikan,
sedekah laut memiliki tujuan sakral yaitu, sebagai salah satu perwujudan ungkapan
rasa syukur kepada tuhan yang dilakukan oleh kelompok nelayan (wihans.info.htm)
Namun, jauh melihat ke belakang, sebenarnya sedekah laut
merupakan warisan dari nenek moyang bangsa Indonesia. Sebelum islam datang ke
Indonesia dan menjadi keyakinan mayoritas bangsa indonesia, mereka sudah
melakukan ritual tersebut. Ritual sedekah laut dimaksudkan untuk memuja dewa. Tujuannya
agar para dewa memelihara keselamatan penduduk, menjauhkan mereka mereka dari
malapetaka, dan melimpahkan kesejahteraan, berupa meningkatnya jumlah ikan di
laut. (wihans.info.htm)
Kedatangan islam secara damai yang dibawa oleh para ulama’,
dengan tidak secara langsung mengubah kebudayaan masyarakat, menjadikan ritual
tersebut masih ada hingga saat ini. Sebagai mana telah diketahui bahwa para
ulama’ yang menyebarkan islam di Indonesia “sama” dengan sistem turunnya islam
di mekah. Dengan kata lain, islam datang hanya memperbaiki kesalahan-kesalahan
dan ritual-ritual yang menyebabkan kepada kemusyrikan dengan tetap melestarikan
kebudayaan bangsa arab selama masih sesuai dengan intiu ajaran islam.
Di Indonesia peran ulama’ hanya mengubah kebudayaan
masyarakat diganti dengan bacaan-bacaan atau pujian-pujian kepada tuhan. Dalam
tradisi sedekah laut misalnya membaca mantra yang ditujukan kepada dewa penjaga
laut yang diganti dengan pujian atau berdoa bersama sebelum ritual dilaksanakan.
Dengan begitu, islam dapat diterima di Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimanakah hukum sedekah laut tersebut
dalam perspektif fiqih? Tidak mudak untuk menjawab pertanyaan ini. Oleh karena
itu, untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis perlu menguraikan terlebih
dahulu dahulu mengenai konsep sedekah sebagaimana telah ditentukan oleh ajaran
islam.
B.
Pengertian dan Tujuan Sedekah Laut
Sedekah berasala dari bahasa arab: shadaqah. Shadaqoh
diartikan sebagai pemberian dengan tjuan mendapat pahala dari Allah. Dalam
pengertian ini sedekah yang dimaksudkan secara umum oleh masyarakat jawa islam,
yakni peberian secara Cuma-Cuma tanpa imbalan apapun. Ridin Sofwan, Jurnanal Dewa Ruci, 2008). Dalam pengertian luas, sedekah juga
mencakup pemberian zakat dan infaq.
Allah SWT berfirman yang artinya:
Dan Apa saja Yang baik yang kamu
nafkahkan (di jalan Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui (QS. Al Baqarah: 273).
Dan apa saja yang kamu nakahkan, maka
Allah akan menggantinya dan dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya (QS. As Saba’: 39).
Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa apapun yang kita
keluarkan untuk orang lain atau demi kepentingan umun, dengan maksud mencari
dan mengharap ridho Allah, maka apa yang kita lakukan itu bukanlah suatu
kesia-siaan. Allah akan memberikan balasan yang lebih kepada kita.
Bagai manakah dengan sedekah laut? Untuk
mengetahuinya maka kita harus tau terlebih dahulu apa, untuk apa, dan bagai
mana tradisi sedekah laut itu dilaksanakan.
Dalam kontek tradisi jawa sedekah tetap dalam
masih mengacu pada bentuk pemberian. Hanya saja dalam kontek sedekah jawa dalam
beberapa upacara tradisi semisal sedekah laut sasaran pemberian berubah menjadi
persembahan. Cakupan pemberian sedekah tidak lagi tertuju pada orang yang dalam
keadaaan menderita secara ekonomis. Melainkan pada suatu dzat. (Ridin Sofwan, Jurnanal Dewa Ruci, 2008)
Seperti yang telah di jelaskan di muka, tradisi
sedekah laut merupakan tradisi peninggalan nenek moyang bangsa indonesia jauh
sebelum datangnya agama islam. sehingga, secara umum, didefinisikan: pembuangan
suatu benda kedalam/ tengah laut atau kedalam air sungai yang mengalir ke laut.
Devinisi lain menyebutkan bahwa tradisi sedekah laut adalah memberi macam-macam
sesaji kepada kepada yang mbau rekso atau yang menguasai lautan selatan
yang dikenal dengan sebutan kanjeng ratu kidul. Diadakannya tradisi ini yaitu untuk memohon
keselamatan bagi para nelayan dan keluargannya agar supaya di dalam menunaikan
tugas sehari-hari sebagai nelayan tidak mendapatkan gangguan dan diharapkan mendapatkan
hasil yang banyak juga (http;//kpr2.krpdiy/elearning/sharef ile)
Sementara itu, setelah islam datang ke
Indonesia, melaui para ulama tradisi itu mulai diubah secara substasi. Namun,
tetap dalam tradisi semisal hanya perubahan dari pembacaan mantra menjadi
bacaan yang berbau islam. Kini, sedekah laut yang dilakukan oleh para nelayan
itu, dilakukan sebagai salah satu perwujudan ungkapan
rasa syukur kepada tuhan.(
wihans.info.htm)
Boleh
dibilang, hampir seluruh masyarakat yang hidup di pinggir pantai atau mencari
penghasilan memalui kekayaan laut tidak lepas dari sedekah tradisi ini. Salah satu
nya adalah daerah cilacap.
Di daerah
cilacap, tradisi ini bermula dari perintah Bupati Cilacap ke III Tumenggung
Tjakrawerdaya III yang memerintahkan kepada sesepuh nelayan Pandanarang bernama
Ki Arsa Menawi untuk melarung sesaji kelaut selatan beserta nelayan lainnya
pada hari Jumat Kliwon bulan Syura tahun 1875 dan sejak tahun 1983 diangkat
sebagai atraksi wisata.
Upacara
sedekah laut sebelum hari pelaksanaan didahului dengan prosesi nyekar atau
ziarah ke Pantai Karang Bandung (Pulau Majethi ) sebelah timur tenggara Pulau
Nusakambangan yang dilakukan oleh ketua adat Nelayan Cilacap dan diikuti
berbagai kelompok nelayan serta masyarakat untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha
Esa agar tangkapan ikan pada musim panen ikan melimpah dan para nelayan diberi
keselamatan. Disamping upacara nyekar juga mengambil air suci/ bertuah di
sekitar Pulau Majethi yang menurut legenda tempat tumbuhnya bunga Wijayakusuma.
Upacara ini
didahului dengan acara prosesi membawa sesaji (Jolen) untuk dilarung ke tengah
laut lepas dari pantai dengan diiringi arak-arakan Jolen Tunggul dan diikuti
Jolen-Jolen pengiring lainnya oleh peserta prosesi yang berpakaian adat
tradisional Nelayan Kabupaten Cilacap tempo dulu. Setibanya di pantai, sesaji
kemudian di pindahkan ke kapal Nelayan yang telah dihias dengan hiasan
warna-warni untuk di buang ketengah lautan di kawasan pulau kecil yang di sebut
Pulau Majethi.
Pada malam
harinya acara dilanjutkan dengan pertunjukan kesenian tradisional di tiap-tiap
desa/ kelurahan oleh kelompok Nelayan yang bersangkutan.
Dalam
tradisi yang dilakukan di desa Sendangsikucing, sedekah laut di sebut juga
dengan istilah nyadran yang pa intinya memberikn persembahan sesaji berupa
kepala kerbau yang dilarung ke laut. (Ridin
Sofwan, Jurnanal Dewa Ruci, 2008)
C.
Tinjauan Fiqih
Dalil tentang sedekah/shodaqoh dalam islam sangat banyak,
baik hadits maupu ayat Al Qur’an. Rosulullah dalam beberapa haditsnya telah
bersabda seperti yang telah disebutkan di atas.
Namun, dalam tata cara atau urutan dalam memberikan shodaqoh,
Allah berfirman dalam Al Qur’an, surat At taubah ayat 60:
انما الصد قث للفقراء والمسكين و العاملين عليها والمؤ لفة قلو
بهم وفى الر قاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السبيل فريضة من الله, والله عليم
حكيم (التوبة : 60)
Artinya:”Sesungguhnya
zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat yang
dilunakkan hatinya untuk hamba sahaya, utnuk orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban
dari Allah. Allah maha mengetahui, maha bijaksana”
Shodaqoh dalam bentuk jamak memiliki arti yang bermacam-macam
yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu shodaqoh sunnah dan shodaqoh wajib.
Shodaqoh sunnah adalah shodakoh yang dilakukan atas dasar kemauan sendiri
karena mengharap ridho Allah (tidak ada perintah wajib untuk melaksanakan).
Sedangkan shodaqoh wajib adalah shodaqoh yang harus diberikan oleh seseorang
kepada orang lain karena ada tuntutan perintah dari allah karena telah memenuhi
syarat tertentu. Shodaqoh yang kedua ini, secara spesifik disebut dengan zakat.
Dalam arti luas shodaqoh adalah peberian yang bertujuan kearah kebaikan termasuh di
dalamnya apa yang disebut amal jariah atau infak. Dalam salah satu surat
alquran digambarkan bahwa orang yang menginfakkan hartanya dijalan Allah akan
mendapat balasan pahala 700 kali bahkan bahkan lebih dari nilai harta yang
diinfakkan (Ridin Sofwan, Jurnanal Dewa Ruci, 2008)
Ayat diatas menjelaskan urutan urutan bagi orang-orang yang
berhak mendapat kan shodaqoh/ zakat. Dalam ayat diatas, orang fakir lebih
diutamakan dari yang lain. orang fakir adalah orang yang tidak memiliki
apa-apa. Untuk mendapatkan makanan, mereka harus mencari ketika itu juga
(ketika sedang lapar).
Ayat tersebut memberi isyarat bahwa selama masih ada orang
fakir, maka shodaqoh lebih diutamakan bagi mereka dari pada yang lainnya.
Begitu pula seterusnya, mengikuti urutan dalam ayat tersebut.
Mubadzir
Allah berfirman:
وَآتِ
ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرً.
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
Artinya: “Berikanlah
kerabat dekat, orang miskin dan ibnu sabil hak mereka. dan jangan sekali-sekali
bersikap tabdzir, sesungguhnya orang yang suka bersikap tabdzir adalah teman
setan.” (QS. al-Isra’: 26 – 27)
Ibnul
Jauzi dalam tafsirnya Zadul Masir
menjelaskan bahwa ada dua pendapat ulama tentang makna tabzir (mubazir). Pertama,
membelanjakan harta
di luar kebutuhan yang dibenarkan. Ini merupakan pendapat Ibnu Mas’ud dan Ibn
Abbas.
Salah
satu ulama tafsir periode tabi’in- mengatakan “Andaikan ada orang yang
membelanjakan seluruh hartanya di jalur yang benar, dia bukan orang yang
mubadzir. Dan jika menafkahkan bahan makanan
satu cakupan tangan di luar jalur yang dibenarkan maka dia termasuk orang yang
mubadzir.”
Az-Zajjaj
mengatakan, “Sikap tabzir adalah
membelanjakan harta untuk selain ketaatan kepada Allah. Dulu masyarakat
jahiliyah menyembelih onta, menghambur-hamburkan harta dalam rangka
membanggakan diri dan mencari popularitas. Kemudian Allah perintahkan untuk
membelanjakan harta
untuk ibadah
dalam rangka mencari wajah Allah.
Kedua, makna sikap
tabdzir: menghambur-hamburkan,
yang menghabiskan harta. Ini keterangan yang disampaikan Al-Mawardi. Abu Ubaidah
mengatakan, “Orang yang mubadzir
adalah orang yang berlebihan, yang menghabiskan, dan menghancurkan harta.” (Tafsir Zadul Masir, 3:20)
Seseorang
dianggap bersikap tabzir jika dia
menggunakan hartanya untuk maksiat atau menggunakan hartanya untuk yang yang
mubah tapi menghabiskan semuanya(makna mubazir.htm).
D.
Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
sedekah laut yang dilaksanakan oleh penduduk cilacap, dalam perspektif fiqih,
tidak diperboleh dengan alasan sebagai berikut:
1.
Tidak sesuai dengan aturan Al Qur’an. Saat ini, orang fakir
dan miskin masih banyak. Tentu, akan lebih baik jika barang-barang (sedekah)
yang mereka buang ketengah lautan diberikan kepada fakir miskin yang lebih
membutuhkan.
2.
Tidak diperbolehkan karena termasuk mubadzir karena telah menghambur-hamburkan harta.
Secara umum, sedekah laut merupakan bagian dari islamisasi kebudayaan
yang sah-sah saja dilakukan. Selama tidak mengandung unsur syirik kepada tuhan
maka diperboleh. Namun, yang perlu ditekankan adalah tata-tata cara pelaksanaan
tersebut yakni lebih mengedepankan kebaikan bagi orang banyak.
Referensi Bacaan
·
Ridin Sofwan, Jurnanal Dewa Ruci, Pusat Pengkajian
Islam dan Budaya Jawa (PP-IBJ): Semarang, 2008
·
http;//kpr2.krpdiy/elearning/sharef
ile
·
wihans.info.htm
No comments:
Post a Comment