“One
Dimension Man”, sebuah buku yang ditulis
Marcuse merupakan satu buku yang telah
menganalisis masyarakat industri modern seperti Amerika, Eropa, dan Uni Soviet.[1]
Secara umum gagasan dalam buku tersebut adalah, bahwa masyarakat modern saat
ini telah terkungkung oleh satu sistem yang dibuat oleh kelompok tertentu.
Karena penelitian Marcuse berpijak pada masyarakat industri pada saat itu, maka
hal ini berkaitan erat dengan pemilik modal. Mereka berusaha untuk menciptakan
satu realitas masyarakat yang tidak keluar dari satu lingkaran yang dibuatnya.
Sehingga kondisi dan kebebasan masyarakat akan terbaikan. Mereka harus mengikuti
satu system tertentu. Laiknya sebuah mesin, gerak manusia direntukan oleh si penggerak.
Ms Wibowo dalam salah satu tulisannya menyontohkan, bahwa ketika seorang buruh
mengeluhkan gajinya tidak cukup karena persoalan tertentu seperti berobat,
memebeli pakian atau memenuhi kebutuhan sehari-hari, satu solusi yang
ditawarkan oleh perusahaan bukan kenaikan gaji sehingga kebutuhan masyarakat
dapat terpenuhi. Melainkan, perusahaan membentuk badan kesejahteraan sosial
yang menagani kasus serupa. Dengan kata lain, kondisi masyarakat akan tetap
dalam satu struktur yang telah dibuat dan sistem yang sama sekali tidak
berubah.
Singkatnya,
apa yang ingin disampaikan oleh Marcuce dalam hal ini adalah bahwa masyarakat
modern di Negara-negara yang menjadi objek penelitiannya dibuat terbuai dengan
salah satu prinsip kebebasan yang sebenarnya nihil. Kebebasan yang diberikan
kepada mereka adalah kebebasan yang berada dalam kungkungan satu sisitem
tertentu. Dengan dukungan teknologi, masyarakat secara tidak sadar akan mengamini
segala hal yang dibentuk oleh perusahaan. Melaui sebuah media masyarakat
digiring untuk memberikan satu pembenaran pada satu konsep yang sebenarnya
didesign untuk kepentingan perusahan.
Namun
demikian, Meskipun gagasan Marcuse, seperti yang telah penulis paparkan di
atas, ditujukan kepada masyarakat modern di eropa dan sekitarnya, kita harus
menyadari betul bahwa gagasan memiliki relefansi dengan realitas yang dihadapi
oleh Negara-negara lain termasuk di Indonesia.
Politik Satu
Dimensi
Di Indonesia,
dapat kita lihat pada system politik pemerintahan. Setiap golongan dari
partai-partai yang ada seolah menawarkan sebuah perbedaan. Namun, kalau kita
menyadari, sebenarnya sama. Partai-partai politik yang ada hanya menginkan
masyarakat menjadi bagian dari ide-ide yang diusung. Dan ide-ide tersebut tak
lain hanya demi kepentingan golongan mereka sendiri. Betapa tidak? Kita tentu
menyadari, berapa janji yang mereka obral? Namun adakah janji itu yang dapat
terealisasi setelah masyarakat menaruh kepercayaan kepada mereka? Tak perlu
waktu panjang untuk menjawabnya.
Namun,
bersamaan dengan itu, anehnya, meskipun hal ini telah terjadi berulangkali, masyarakat
tetap menaruh perhatian pada pelaku partai. Buktinya, hal semacam ini terus
berlangsung ketika sampai pada waktunya. Pemilu sebagai ritual yang tak berefek
apa-apa selain kegagalan memenuhi hajat orang banyak. Masyarakat telah dibuat
tidak menyadari akan pengebirian yang terjadi kepada mereka. Pemikiran
berdimensi satu secara sistematis telah menjalar pada para kepala politik dan
penguasa. Mereka menguasai media massa. Manusia modern diindoktrinasi dengan
slogan-slogan yang didekte begitu saja.[2]
Politik satu dimensi adalah satu sistem politik yang didesign, baik dengan
sengaja atau tidak, sama. Yang perlu digaris bawahi disini adalah bahwa
rancangan politik yang ada itu bukan untuk mendukung terbentuknya sistem
masyarakat yang sejahtera. Melainkan, sistem politik untuk kepentingan golongan
tertentu.
Contoh
lain, kita dapat melihat realitas pasar modern. Mall atau Supermarket
sebagai bagian dari pasar modern yang telah dibentuk untuk menyatukan
masyarakat kedalam satu dimensi. Disana, Hubungan antara penjual dan pembeli
telah keluar dari sistem tradisional, dimana, mereka satu sama lain
menginginkan sebuah kebebasan. Transaksi tawar menawar dalam jual beli yang
merupakan bagian dari proses interaksi sosial telah hilang. Masyarakat, mau
tidak mau harus menerima dengan lapang bahwa ketentuan harga yang ada adalah
satu ketentuan yang paling apik dan tidak bisa diganggu gugat.
Menuju
Masyarakat Baru
Dalam
melancarkan segala misinya, para memilik modal memiliki ketergantungan yang
tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi menjadi satu sarana
penting dalam rangka mensosialisasikan gagasan-gagasan yang telah dirancang untuk
mengelabihi masyarakat buruh. Jika demikian harus kah media dan ilmu
pengetahuan itu dihentikan demi membentuk masyarakat baru yang memiliki
kebebasan hakiki? Marcuse sebagai tokoh yang mengkritik realitas ini tidak
demikian.
Marcuse
masih memberi tempat pada ilmu pengetahuan dan teknologi berikut juga industri
Modern. Bagi Marcuse, semua itu perlu bagi masyarakat yang akan datang. Sebab,
dengan itulah baru dimungkinkan untuk mengurangi pekerjaan dan memuaskan segala
kebutuhan[3].
Kita tak harus membuang teknologi. Melainkan yang terpenting adalah mengubah
terknologi itu menjadi sesuatu yang memiliki nalai kualitas. Karena teknologi
yang berkualitas itu akan melahirkan masyarakat yang berkualitas.
Selain
itu, rasio manusia juga harus berfungsi yaitu, meninggalkan logika penguasaan
dan memajukan seni hidup[4].
Paling tidak ada dua hal yang ditunjuk Marcuse dalam memperjuangkan masyarakat
baru:[5]
Pertama, dengan segala upaya, seseorang harus bisa mengurangi kekuasaan. Kedua,
mengurangi perkembangan yang berlebihan. Disini peran seseorang dalam
masyarakat sangat penting. Artinya, masyarakat harus bisa menolak kebutuhan-kebutuhan
palsu yang secara arti dibangkitkan oleh sisitem produksi modern dan
meniggalkan semua usaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Dengan kata lain,
masyarakat, khususnya masyarakat marginal, menurut Marcuse, harus berani
mengucapkan The Great Refusal (Penolakan Besar-besaran).
Dalam
kontek ini, masyarakat Indonesia harus melakukan sebuah perlawanan secara
besar-besaran terhadap laku politik yang selama ini kurang berpihak pada
kepentingan dirinya.
[1]
M.S. Wibowo
Herbert Marcuse; Manusia Satu Dimensi.htm. diambil dari Filsafat Barat
Kontemporer; Inggris-Jerman, K. Bertens, Gramedia, Jakarta, 2002
[2]
M.S. Wibowo
Herbert Marcuse; Manusia Satu Dimensi.htm. Diambil dari Herbert Marcuse, Manusia Satu Dimensi, Bentang, Yogyakarta, 2000.
[3]
Ibid
[4]
Ibid.
[5]
Ibid
Refrensi:
M.S. Wibowo Herbert Marcuse; Manusia Satu Dimensi.htm. diambil dari Filsafat Barat Kontemporer; Inggris-Jerman, K. Bertens, Gramedia, Jakarta, 2002
M.S. Wibowo Herbert Marcuse; Manusia Satu Dimensi.htm. Diambil dari Herbert Marcuse, Manusia Satu Dimensi, Bentang, Yogyakarta, 2000
No comments:
Post a Comment