Sunday 1 February 2015

PENDEKATAN ILMU-ILMU SOSIAL TERHADAP TAFSIR

Pendahuluan
Al Qu’ran sebagai kitab suci yang sangat didambakan sebagai pedoman, sudah barang tentu ia diharapkan dapat mengaktualisasikan dirinya dengan berbagai persoalan zaman yang dilaluinya. Karena Dinamika masyarakat senantiasa dari waktu ke waktu berubah, sementara teks alquran tidak akan pernah berubah. Oleh karena itu, penafsiran terhadap teks diharapkan harus selalu beriringan dengan perkembangan zaman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekarang ini.


Penafsiran ulama dahulu ketika menafsirkan teks sesuai keadaan lingkungan dan kehidupan pada masa itu dan dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang ada. Demikian pun juga sekarang ini yang syarat akan perkembangan teknologi dan pesatnya pertumbuhan ilmu pengetahuan, penafsiran terhadap teks pasti akan berubah sebagai akibat perkembangan ini. Bagi seorang mufasir pengetahuan tentang aspek kesejarahan suatu ayat menjadi salah satu modal utama di dalam kegiatan penafsiran alQuran, disamping persyaratan-persyaratan lainnya.

Pesatnya perkembangan teknologi sangat berpengaruh terhadap perubahan keadaan masyarakat, keadaan sosial pun juga pasti akan ikut berubah dari mulai interaksi terhadap lingkungan , sosialisasi dan sebagainya. Sebagai respon dari perubahan ini munculah ilmu-ilmu yang berusaha untuk mempelajarinya yang disebut sebagai ilmu sosial.

Dari disiplin ilmu inilah, muncul berbagai perspektif mengenai kehidupan manusia dengan berbagai persoalannya. Kemudian untuk mencari keselarasan penafsiran alquran dengan zaman pun, akhirnya para penafsir menggunakan disiplin ini untuk menafsirkan teks alquran terutama yang berkaitan erat dengan kondisi sosial masyarakat pada zaman modern ini yang sangat kontras dengan masa lalu. Hal semacam ini dilakukan dalam rangka menjadikan alquran tetap aktual dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Alasan lain mengapa para mufasir menggunakan pendekatan ini karena belum adanya sistematika metodologi tafsir Alquran yang khusus mengkaji ayat-ayat ilmu pengetahuan, salah satunya ilmu sosial ini. Sebagaimana ucapan dawam rahardjo dalam bukunya “Paradigma Al-Quran metodologi tafsir dan kritik sosial”dia mengatakan bahwasanya masa depan kaum muslim diraih melalui penafsiran terhadap alquran yang senantiasa baru.[1]

Maka dari itulah, fokus makalah pada kali ini akan membahas tentang ilmu-ilmu sosial sebagai sebuah pendekatan dalam menfsirkan teks alquran dan berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sekarang ini.

B. Pengertian Tafsir Alquran Dan Ilmu Sosial
Tafsir, secara etimologi berarti penjelasan dan perincian. Ungkapan tafsir ini digunakan untuk menyingkap makna yang logis atau menyingkap makna yang masih tersembunyi. Dalam terminologinya tafir adalah suatu ilmu yang di dalamnya di bahas tentang keadaan-keadaan Alquran dari segi dalalahnya kepada apa yang dikehendaki Allah, sebatas yang dapat disanggupi manusia.[2]

Makna kata “sosial” dalam kamus besar bahasa indonesia berarti “berkenaan dengan masyarakat”. Jadi, ilmu sosial adalah ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat baik secara individu maupun dalam suatu komunitas.[3]

Alasan mengapa para mufasir menggunakan pendekatan ini didasarkan pada beberapa kenyataan masalah berikut ini. Pertama, masih ditemukan adanya perbedaan pendapat di kalangan ilmuwan dan mufasir tentang hubungan tafsir kitab suci dengan ilmu pengetahuan. Kedua, filsafat sebagai metode berfikir tidak digunakan semaksimal mungkin dalam ranah tafsir alquran. Ketiga, belum adanya sistematika metodologi tafsir Alquran yang khusus mengkaji ayat-ayat ilmu pengetahuan, salah satunya ilmu sosial ini.[4]

Alasan-alasan diatas merupakan alasan yang bisa diterima. Bagaimana tidak, Alquran selain persoalan ubidiyah yang dijelaskan panjang lebar oleh para mufasir, terdapat pula teks yang berbicara tentang ilmu pengetahuan, sedangkan kita tahu bahwasanya ilmu pengetahuan itu terus berkembang seiring dengan berkembangnya zaman. Oleh karena itu, para mufassir dituntut untuk selalu berteman erat dengan keadaan artinya harus selalu memahami keadaan sosial dan lingkungan dalam membuat suatu penafsiran.

Karena salah satu modal besar dalam melakukan penafsiran adalah mengetehui kondisi sosial atau aspek historis saat ayat-ayat diturunkan. Dengan ini seorang mufassir akan mampu menemukan hubungan logis antara satu ayat dengan ayat lainnya, dan hubungan ayat-ayat itu dengan realitas sosial yang sedang bergerak.[5]

Asghar Ali pun mengemukakan pendapatnya, bagi generasi mendatang, mereka punya hak untuk menafsirkan alquran dengan cara mereka sendiri berdasarkan pengalaman dan problematika yang sedang mereka hadapi. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh generasi terdahulu tidaklah sama dengan masalah yang dihadapi pada masa sekarang.[6]

Penafsiran dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial ini juga memiliki tujuan khusus, yakni; pertama, fungsi al-tabyin yaitu menjelaskan teks alquran dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh sang mufasirnya. Kedua fungsi i’jaz yaitu pembuktian atas kebenaran teks alquran menurut ilmu pengetahuan dan teknologi yang selanjutnya dapat memberikan stimulan atau dapat ditindak lanjuti oleh para ilmuwan dalam meneliti dan observasi ilmu pengetahuan lewat penafsiran teks-teks alquran. Ketiga, fungsi istihraj al-ilm yaitu teks atau ayat-ayat alquran mampu melahirkan teori-teori ilmu pengetahuan dan teknologi.[7]

Faktor lain yang menjadikan ilmu sosial ini harus dipakai dalam pendekatan penafsiran adalah bahwa dalam alquran dalam memberikan petunjuk tentang ilmu pengetahuan, ternyata hanya secara global saja. Sedangkan untuk penjelasan secara rinci dan mendalam, diserahkan sepenuhnya kepada ikhtiyar manusia; ikhtiar untuk mencari dan menelusurinya sesuai dengan batas keahlian dan kemampuannya.[8] Hal ini dijelaskan dalam beberapa ayat-ayat alquran, bahwasanya manusia telah dikarunia otak untuk menunjang kemampuan berfikir, dalam memahai berbagai persoalan dan menemukan pemecah masalahnya.

C. Macam-Macam Ilmu Sosial
Ilmu sosial merupakan disiplin ilmu yang sekarang ini telah menjadi santapan para ilmuan sebagai salah satu cara untuk memahami keadaan sosial masyarakat. Secara garis besar, cabang ilmu sosial ada beberapa macam yakni;[9]
  1. Antropologi (yang mempelajari manusia dalam perspektif waktu dan tempat),
  2. Psikologi (yang mempelajari tingkah laku dan proses mental), Ekonomi, (yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat).
  3. Sosiologi, (yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya),
  4. Politik, ( yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara)).


D. Syarat-Syarat Penafsir

Untuk mengaplikasikan pendekatan ilmu sosial ini sebagai alat untuk menafsirkan  ayat-ayat alquran maka seorang mufasir harus berpegang teguh pada dua paradigma yaitu paradigma tafsir dan paradigma ilmu pengetahuan.[10]
Paradigma tafsir Al Qur’an.

Dalam melakukan penafsiran, para mufasir harus memenuhi beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Seorang mufasir dituntut berpegang teguh pada etika dan persyaratan dalam menafsirkan alquran.

Etika menafsirkan alquran:
  1. Memiliki niat dan perilaku yang baik.
  2. Berlaku jujur dan teliti
  3. Taat dan beramal
  4. bersifat independen
  5. Mempersiapkan dan menempuh langkah-langkah penafsiran secara sistematis, baik, dan benar
Persyaratan daam menafsirkan alquran:
  1. Meyakini kebenaran teks alquran yang sedang ditafsirkannya dan terlepas dari keinginan subjektifitas pribadi.
  2. Mendahulukan penafsiran Qur’an dengan Qur’an, Sunnah dengan sunnah, Pendapat Sahabat, kemudian baru ijtihad.
  3. Memiliki kapabilitas yang memadai, seperti menguasai bahasa arab dengan segala cabangnya.
  4. Paradigma ilmu pengetahuan[11]
 

Seorang mufasir yang hendak melakukan penafs-ayat mengenai iran terhadap ayat ilmu pengetahuan, terlebih dahulu harus mengetahui hakikat ilmu pengetahuan, yakni mengenai ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu pengetahuan

Setelah kita mengetahui penjelasan bagaimana cara mengaplikasikan pendekatan ilmu sosial ini dalam konteks dan persyaratan-persyaratannya, di bawah ini ada beberapa prinsip analisis tafsir sosial yang harus diketaui oleh para penafsir[12]

  1. Prinsip keesaan Allah dalam alam,menyadari bahwa semuanya milik Allah dan akan kembali kepadaNya.
  2. Keyakinan terhadap realitas dunia eksternal, memahami adanya realitas-relitas lain yang berbeda dan tak bergantung dari pikiran kita.
  3. Keyakinan terhadap realitas sufrafisik dan keterbatasan pengetahuan manusia.
  4. Memahami filsafat ilmu terkait atas pembahasan yang sedang diteliti.
  5. Isyarat-isyarat ilmiah yang terdapat pada ayat alquran tidak termasuk untuk ayat yang berbicara secara langsung tentang akidah, dan ibadah.
  6. Ayat-ayat ilmu pengetahuan yang terdapat dalam alquran bertujuan supaya manusia dapat mempercayai adanya Allah.
  7. Isyarat ilmiah dalam alquran bersifat umum dan universal.
  8. Jika terjadi pertentangan antara dilalah nash yang pasti dengan teori ilmiah, maka teori harus ditolak karena nash adalah wahyu Tuhan yang ilmunya mencakup segala sesuatu.
  9. Mufasir tafsir ilmi tidak menjadikan penafsiran yang dikemukakanya sebagai ajaran aqidah qur’aniyyah (teologi) dan tidak bertentangan dengan prinsip atau ketentuan kaidah kebahasaan.
  10. Mengaktifkan rasio dan kemampuan di bidang spesialisasi ilmu yang dimilikinya atau yang akan ditafsirkannya guna mengetahui watak hubungan yang seimbang antara ayat alquran dengan premi-premis ilmiah demi mencari faedah dari corak atau orientasi baru dalam dunia tafsir alquran.
  11. Menyeimbangkan antara bidang spesialisasi ilmu yang dimilikinya dengan kemampuan dirinya dalam menafsirkan atau menjelaskan makna ayat yang memungkinkannya untuk menyingkap petunjuk yang dimaksud ayat alquran
  12. Berpegang teguh kepada esensi, substansi, dan eksistensi alquran,
  13. Landasan penasiran tasir ayatayat sosial secara berturut-turut adalah alquran sebagai pokok dan utama, kemudian hadis nabi.
  14. Memanfaatkan hakikat ilmiah yang fleksibel dengan indikasi adanya universalisme dan kontinuitas tanpa henti.

E. Contoh Penerapan Ilmu Sosial Pada Penafsiran

Ada beberpa contoh dari masa pemerintahan umar bin khattab yang bisa kita jadikan  sebagai acuan analisis masalah/problem sosial yang akan dibedah dengan menggunakan pendekatan imu sosial. Salah satunya mengenai persoalan sebagai berikut:

“Dihentikannaya hukum potong tangan bagi pencuri karena pencurian dilakukan pada masa masyarakat sedang dilanda “peceklik”(gagal panen), padahal alquran, sebagaimana diketahui dalam ayat 38 surat almaidah menegaskan bahwa “lelaki yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan, dan sebagai bagian dari siksa Allah. danAllah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”

Ayat diatas merupakan dasar hukum potong tangan bagi pencuri. Akan tetapi, mengapa umar menghentikan hukum potong tangan bagi pencuri pada musim paceklik? Apakah keputusan itu bertentangan dengan ayat di atas?

Kalau dilihat secara kontekstual, keputusan khalifah ini bertentangan dengan ayat 38 surat al-Maidah diatas. Tetapi, jika dilihat secara kontekstual, justru kepitusan khalifah ini sesuai dengan prinsip-prinsip universalisme Alquran, yaitu prinsip memelihara dan menyelamatkan jiwa manusia lebih utama daripada memenuhi tuntutan hukum. Sebab, khalifah umar bukan menentang hukum potong tangan, melainkan mempertimbangkan secara objektif kondisi sosial-masyarakat yang tidak kondusif untuk melaksanakan hukum potong tangan tersebut. Argumrn umar didasarkan pada kenyataan bahwa boleh jadi orang yang mencuri itu terdesak oleh keadaan hidup yang teramat sulit sehingga dia terpaksa mencuri untuk mempertahankan hidup dan keluarganya, jika tidak maka nyawa mereka akan melayang. Kalau kondisi sosial seperti itu, apakah Allah Yang MahaBijak itu tega membiarkan hambaNya yang mencuri dihukum dengan hukuman potong tangan, padahal mereka pencuri karena kelaparan?[13]

Pada masa sekarang kita dapat mengambil contoh mengenai bunga bank yang diusung oleh beberapa bank konvensional sekarang ini. Mengenai hal ini Alquran akan mengatakan bahwasanya bunga bank itu termasuk dalam riba. Riba yang dimaksud alquran disini adalah riba yang dapat merugikan atau menyulitkan pelaku ekonomi.

Tetapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekarang, bank konvensional sekarang ini banyak membantu kehidupan masyarakat sekarang ini. Dari problem inilah ulama akan memberikan penjelasan mengenai bunga bank ini dengan menggunakan pendekatan sosial untuk mengaktualisasikan alquran dalam kehidupan modern ini.

Memang benar demikian riba memang haram tetapi persoalannya sekarang ini adalah, apakah pertambahan atas modal (seperti bunga bank) sama dengan riba? Illat pengharaman riba adalah sifatnya yang eksploitatif atau dapat merugikan stakeholder pelaku ekonomi.  

Dalam sistem ekonomi islam sendiri ada tiga hal yang harus dihindari: masyir (ketidakjelasan), gharar( penopuan), dan riba (bunga). Jadi, produk-produk bank konvensional tertentu yang secara penuh  memilki sifat-sifat ekonomi islam atau tidak mengindikasikan mengandung ketiga faktor diatas dapat saja produknya itu sesuai dengan sistem ekonomi islam.[14]

F. Kesimpulan

Dari pemaran diatas bisa kita ambil kesimpulan bahwa dengan pesatnya perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan memicu para para mufasir untuk menafsirkan teks dengan menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang hangat berdampingan dengan kondisi sosial saat itu.

Hal ini untuk menjadikan penafsiran agar tidak kaku, diharapkan mampu selalu beriringan dengan zaman artinya dapat menjadikan alquran tetap aktual dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Seorang musafir juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu, tidak semua orang mampu melakukan penafsiran. Terutama dalam menggunakan pendekatan sosial ini, para mufasir harus mempunyai kemampuan ke-ilmu-an sosial ini. Dan diharapkan para mufasir selalu tanggap dengan segala sesuatu yang muncul ketika itu, baik itu bentuk permasalahannya dan bagaimana harus menafsirkan dengan tidak kaku, supaya selalu mendapatkan hati di kehidupan masyarakat sehari-hari.

REFERENSI

M Dawam Rahardjo, Paradigma Al-Quran metodologi tafsir dan kritik sosial, jakarta: PSAP pusat studi agama dan peradaban

Hasbi ash shiddieqy, ilmu-ilmu alquram, Semarang: pustaka rizki putra

Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah 2007

Umar Shihab, Kontekstualitas AlQuran kajian tematik atas ayat-ayat hukum dalam alquran. Jakarta: Penamadani 2005

Asghar Ali Enginer, Islam masa kini, Yogyakarta: Pustaka pelajar

Wikipidea



[1] M Dawam Rahardjo, Paradigma Al-Quran metodologi tafsir dan kritik sosial, jakarta: PSAP pusat studi agama dan peradaban H 34
[2] Hasbi ash shiddieqy, ilmu-ilmu alquram, Semarang: pustaka rizki putra H 208
[3] Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah 2007 h 8
[4] ibid h 9
[5] Umar Shihab, Kontekstualitas AlQuran kajian tematik atas ayat-ayat hukum dalam alquran. Jakarta: Penamadani 2005 h 10
[6] Asghar Ali Enginer, Islam masa kini, Yogyakarta: Pustaka pelajar H 24
[7] Andi, Metode Tafsir...ibid h 12
[8] Umar, Kontekstualitas AlQuran...ibdi h 31
[9] Wikipedia
[10] Andi, Metode Tafsir...ibid h  48
[11] ibid h 96
[12] ibid h 146
[13] Umar, Kontekstualitas AlQuran...ibid h 29
[14] Andi, Metode Tafsir...ibid H 189

No comments: